Pages

Foto 1

kenangan ketika masih nyantri di PPDM lamongan.

Foto 2

Festifal Teater di kabupaten lamongan.

Foto 3

Foto bareng mahasiswa fakultas syariah iain sunan ampel surabaya.

Foto 4

Kenangan Kegiatan yang lalu.

Foto 5

HUKUM.

Minggu, 06 Oktober 2013

MAKALAH TAREKAT CHISYTIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sejarah adalah cermin, dimana dengan mempelajari sejarah kita bisa mengetahui apa yang sudah terjadi di masa lalu, memperkenalkan orang-orang hebat di masa lalu kepada generasi sekarang, dengan kehebatan yang mereka miliki atau yang mereka lakukan, agar generasi sekarang jauh lebih baik dari apa yang telah mendahuluinya. dalam agama islam pun, memiliki banyak catatan sejarah, yang menjadikan agama ini dapat diketahui oleh kebanyakan orang dan mengikutinya.
Di dalam agama islam ada yang namanya tarekat, di mana tarekat ini bisa diartikan sebagai perjalanan spiritual menuju tuhan. Dalam konteks inilah kita berbicara mengenai maqamat dan ahwal (stages). Tarekat juga di fahami sebagai persaudaraan atau ordo spiritual, yaitu perkumpulan spiritual yang dipimpin oleh seorang guru (mursyid) dan para khalifahnya. Dalam konteks inilah yang kami maksud dalam judul makalah kami yaitu sejarah tarekat Chisytiyah.

1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas yang menjelaskan sendikit tentang tarekat kami memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana awal mula tarekat chisytiyah.
2.      Bagaimana perkembangan dari tarekat chisytyah.
3.      Siapa pendiri awal dari tarekat ini.
4.      Apa saja yang diajarkan dalam tarekat ini.

1.3. Tujuan
1.      Mengetahui awal mula tarekat chisytiyah.
2.      Mengetahui perkembangan tarekat chisytiyah.
3.      Mengetahui pendiri tarekat chisytiyah.
4.      Mengetahui ajaran tarekat chisytiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Tarekat Chisytiyah
Tarekat chisytiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di asia selatan. asal-usul tarekat ini dapat di lacak hingga abat ke-3 H./9 M., di kota Chist-dari kata inilah tarekat itu menamakan diri yang dalam wilayah afganistan modern terletak beberapa ratus kilometer di timur harat. Tarekat ini menyebar ke seluruh kawasan india, Pakistan, dan Bangladesh. Namun tarekat ini hanya terkenal di india saja. Cabang-cabang lainya yang sempat menyebar ke transoxiana dan khurasan tidak dapat bertahan lama.
Chisytiyah memiliki silsilah spiritual yang jejaknya dapat ditelusuri sampai kepada hasan al-basri (21-110 H./642-728 M.). mereka menyakini bahwa hasan merupakan murid ali ibn abi tholib, sebuah klaim yang validitasnya mereka temukan secara spiritual. Kemudian, mereka memberikan tempat terhormat  dalam silsilah mereka terhadap abu said ibn abi al-khair (357-440 H./967-1049 M.), yang lahir dan meninggal di maihan (sekarang menjadi mana, dekat sarakhs), tetapi hidup dalam jangkah waktu yang lama di nishapur.latihan asketik yang keras di praktikkan sejumlah pengikut Chisytiyah. Seperti mengantung diri di di sumur dengan kepala beradah di di bawah, ajaranya memberikan inspirasi kepada pengikutnya agar setia terhadap mursyid (pembimbing spiritual) tanpa banyak bertanya, mengeletak tak berdaya di hadapanya, melakukan penyangkalan diri, serta melayani keperluan orang lain.
Di india pendiri tarekat ini bernama khawajah  mu’in al-din hasan. Informasi mengenai awal kehidupanya tidak diketahui. Berdasarkan tangal kematianya yaitu 6 rajab 633 H./16 maret 1236 M., Di hitung dari usianya yang di kenal sampai 97 tahun, maka ia bias di pastikan lahir pada 536 H./1141 M. di sistan. Ketika ayahnya meningal du dunia ia berusia 50 tahun. Khawajah mewarisi sebuah tana dan kincir air di pengilingan, tetapi dia meningalkan itu semua demi hidup yang di ingginkanya yaitu mengembara dan mencari ilmu. Di harwan, daerah bagian Nishapur, ia menjadi murid khawajah utsman harwani.mursyd paling terkemuka chisytiyah pada waktu itu. Selama 20 tahun ia menemaninya mengembara ke berbagai wilayah sampai ia mengembara seorang diri. Di bahdad, ia mengunjungi syekh Abdul Qadir al-jailani, seorang pendiri tarekat qodiriyyah, serta sufi-sufi yang terkemuka lainya. Kemudian ia meningalkan bahdad, melalui irak dan iran, lalu tiba di wilayah ghazni pada usia 52 tahun. Di sana dia berjumpa kembali dengan mursyd khawajah yang menyuruhnya kembali ke india. Di Negara ini tasawuf telah mapan dan kokoh terutama di Punjab dan sind.
Dia pun meningalkan Ghasni dan menuju ke india, lalu ke Lahore, kemudian ke Delhi. Blakangan ia pindah ke Ajmer, yang telah di taklukan oleh kesultanan delhi pada 592 H./1195-96 M. dan memiliki gubenur muslim. Untuk seterusnya ia menetap di Ajmer. Kehidupanya yang sederhana dan asketik menjadi inspirasi bagi para serdadu muslim turki dan kaum Hindu mualaf. Sekitar 606 H./1209-10 M., khawajah menikah dengan anak perempuan anak dari gubenur local. Ia juga menikahi putri seorang bangsawan hindu yang menjadi tahanan perang.
Ulama zaman berikutnya menceritakan keajaiban-keajaiban yang di lakukan oleh khawarij ketika di ajmer. Para akademisi modern pun menyakini bahwa ia memberantas praktek hindu tanpa ampun, serta melakukan islamisasi penganut hindu dalam jumlah yang besar. Namun, karakter dan ucapan khawarij di ketahui tidak mendukung legenda yang berkisah tentang sejarah kehidupanya tersebut. Ia menuliskan aturan kehidupan spiritual sebagai berikut.
1.      Tidak boleh mencari uang.
2.      Tidak boleh meminjam uang pada siapapun.
3.      Tidak boleh mengungkapkan atau meminta tolong kepada siapapu, sekalipun belum makan selama 7 hari.
4.      Jika mendapat kelebihan makanan, uang, padi-padian, atau pakaian, hanya boleh di simpan sampai hari berikutnya.
5.      Tidak boleh mencelah orang lain; jika teraniyaya, berdoa kepada tuhan agar memberikan petunjuk kepada orang yang telah menganiyaya kita agar ditunjukan jalan yang benar.
6.      Jika melakukan perbuatan terpuji maka harus menyadari bahwa sumber kebaikan adalah mursyd sebagai perantara nabi dan rahmat tuhan.
7.      Jika melakukan perbuatan dosa, harus menyadari bahwa dirinya bertangung jawab atas dan berlindung dari perbuatan tersebut, dia harus berhati-hati dalam mengerjakan berbagai hal yang dapat menimbulkan dosa karna takut tuhan.
8.      Setelah memenuhi semua tuntutan di atas, harus berpuasa secara teratur dan melakukan sholat malam.
9.      Menyedikitkan bicara dan hanya membuka mulut jika memang keadaan menuntut hal tersebut. Syariat melarang berbicara berlebihan atau berdiam diri secara mutlak. Seorang harus mengucapkan kata-kata yang membuat tuhan senang.
Ajaran khawajah menjelma menjadi fondasi struktur utama kehidupan chisytiyah sekalipun penyesuaianya dan pengondifikasianya menyesuaikan waktu.
Selama hidupnya, khawajah mu’in al-din memiliki hubungan-hubungan erat dengan syekh hamid al-din shufi (w. 673 H./1274 M.) dia salah seorang murid yang menjadikan pedesaan di sekitar nagawr, rajashtan sebagai pusat kegiatanya. Murid khawajah mu’in al-din yang lain, khawajah quthb al-din bahtiar kaki,bermukim di delhi, dan pada saat itu sultan syams al-din iltutmisy (606-633 H./1211-1236 M.) amat memuliakan dirinya. Ia menetap di Baghdad dan memilih untuk menjadi murid dari khawarij, meskipun syeekh terkenal dari tarekat suhrawardiyyah dan tarekat kubrawiyyah bermukim pula di kota itu. Setelah meningalkan Baghdad, quthb al-din berkelana dalam waktu yang lama dan tiba di delhi sekitar 618 H./1221 M. di sana, ia menjadi seorang yang amat terkenal. Para ulama fikih gagal mempengaruhi sultan syams al din iltutmisy untuk menghentikan persaudaraan sama atau kegiatan audisi tasawuf yang mengunakan music dan tari-tarian. Dan pada 14 rabiul awal 633 H./27 november 1235 M.
Pewaris khawajah Quthb al-din adalah syekh farid al-din mas’ud, di lahirkan di kahtwal, dekat multan, pada 571 H./1175-76 M. ia di besarkan dengan pendidikan pesantren lokal, tetapi pengaruh terbesar didapat dari kehidupan ibunya sendiri yang hidup dengan amat salehah setelah menjadi murid Quthb al-din, ia menjalankan praktek asketik yang amat keras. Ia berdoa selama empat puluh malam tanpa henti, dengan ritual yang sudah di jelaskan di atas yaitu dengan mengantungkan diri di sumur. Untuk waktu yang lama, ia bermukim di hansi,distrik hisar, delhi bagian barat, tetapi menetap di ajobhan, dan meningal dunia pada tanggal 5 muharam 664 H./17 oktober 1265 M. baba farid berhubungan dengan berbagai segmen masyarakat.
Penerus dari baba farid adalah syekh nizham al-din auliyah’, ia menetap di delhi sampai ajal menjemputnya pada 18 rabi al-tsani 725 H./3 April 1325 M., memperkuat ajaran chisytiyah di utara india. Tarekat ini pun di perkenalkan di deccan selama masa hidupnya. Sang syekh memiliki pemahaman yang mendalam tentang watak dasar manusia berdasarkanpengalamanya dalam berinteraksi dengan berbagai tipe manusia. Para tamu kebanyakan lebih dari sekedar puas mendengar nasihat-nasehatnya. Dia berjasa amat besar bagi orang-orang yang meminta bantuan kepadanya, bahkan para ulamak fikih yang membenci para sufi di buat terhenyak dalam percakapan bersama dirinya. Dia di kenal sangat ahli dalam pengajaran tasawuf dengan mengunaka anekdod-anekdod.
Murid utama syekh Nizham al-Din Auliya’ adalah Amir Khusraw. Ia dilahirkan pada 651 H./1253 M. di patyali, sekitar 150 kilometer dari delhi dan keluarga administrator terkemuka dan pejuang. Tapi sebenarnya di sangat berminat terhadap penulisan syair. Ia sudah menggubah komposisi pertanyaan pada usia delapan tahun. Amir khusraw menulis matsnawi yang bersifat kesejaraan dan melahirkan ghazal dalam kuantitas yang menajubkan. Ia juga seorang composer sejumlah jenis dan melodi music serta di kenal sebagai musisi piawai. Kematian mursyid-nya amat mengejutkan jiwanya secara mendalam sehingga ia hanya dapat bertahan hidup selama enam bulan berikutnya.
Syekh nizam al-din auliya’ memiliki seorang pewaris spiritual, syekh Nashir al-din dari Awadh, atau yang terkenal sebagai Chirag atau ‘’lentera’’ kota delhi. Sultan Muhammad ibn Tughuq (725-752 H./1325-1351 M.) memaksa nashir al-din bersama murid-muridnya yang terkenal untuk membatukelancaran pemerintahan dalam rancangan yang berlebihan demi meningkatkan popularitas pribadi. Mereka menolak untuk menaati sehingga mereka mendapatkan perlakuan keras. Sebagaian diantaranya memilih untuk meningalkan delhi menuju ke devagiri dan pada waktu itu sultan sudah menyiapkan tempat tinggal kedua untuknya.beliau mengembuskan napas terakhir pada 18 ramadhan 757 H./14 september 1356 M.
Pada waktu itu murid dari baba farid dan syekh nizam al-din auliyah telah banyak mendirikan perguruan chistiyah. Yang terpenting diantaranya adalah perguruan shabiriyah di kaliyar, saranpur, bagian timur delhi, yang didirikan oeh ala’ al-din ali ibnu ahmad shabir (w. 691 H./1291 M.),seorang murid baba farid. Penerusnya mendirikan cabang di lanipat, rudawali dan gangoh. Ahmad abdul al-haqq (w. 944 H./1537 M.), amat terkenal di rudawali. Ia mempopulerkan ajaran baba farid dalam dalam puisi berdialek lokal. Hal ini kemudian di sempurnakan oleh syekh abd al-quddus gangohi (w. 944 H./1537 M.) yang merupakan tokoh yang amat terkemuka dalam tarekat ini. Kartanya, rusyd-namah, menulis beberapa karya dengan bahasa hindi dan diteruskan oleh ara penerusnya dengan komposisi sebaik yang di tulis sendiridalam jumlah besar. Mereka mengarisbawahi kemiripan yang terdapat antara chisytyah dan ajaran that yogi. Penerus yang terpenting syekh abd al-quddus gangohi adalah syekh muhhib allah shadpuri dari allahabab (w. 1058 H./1648 M.). ia jelas –jelas penapsir ajaran wahdat al-wujudibn arabi yang sangat mumpuni dalam tarekat chisytiyah.
Murid-murid syekh nizam al-din auliya mendirikan peguruan chisytiyah di jawnpuni, malwa, Gujarat, dan deccan. Syekh siraj al din (w. 759 H./1357 M.) menjadikan gawr, daerah di Bengal, sebagai pusat kegiatanya. Nur qutbhi alam (w.813 H./1410 M.). dari pandawa adalah seorang sufi terkemuka dari cabang peguruan ini. Di Dawlatabad, pusat kegiatan chisytiyah didirikan oleh syekh burhan al-din. Beiau membuat penguasa lokal dinasti khandesh amat terpesona sehigah menanamkan darah tersebut dengan namanya, burhanpur.
Namun, sufi terkemuka di deccan adalah penerus syekh nashir al-din chiragh dihlawi, yakni sayyid Muhammad ibn yusuf al-husini, (w. 815 H./1422 M.) setelah perisiwa pembantaian masal di delhi pada 801 H./1398 M. oleh timur lenk, gisu daraz meninggalkan tempat pemukimanya semula dan tingal di Gujarat, kemudian dari sana ia berangkat ke deccan. Sekitar 815 H./1412-13 M., ia tiba di gulbargadi ujung usianya yang ke Sembilan puluh tahun. Ia hanya bertahan sepuluh tahun kemudian, tetapi ia dapat mengukuhkan cabang chisytiyah di sana. Ia merupakan penulis puisi dan pengarang yang sangat produktif. Menjelang akhir hayatnya, ia meninggalkan skema spiritual ibn arabi yang sejak lama menjadi pedomanya dan beralih menjadi pengikut spiritual syekh ala al-daulah simnani.
Di antara murid-murid syekh nizam al-din auliya, maulana syihab al-din menduduki status sebagai pemimpin. Murid pertama syekh syihab al-din, syekh rukn al-din, tidaklah di kenal luas, tetapi muridnya masud bakk merupakan ulama yang sangat di segani. Ia tidak ragu-ragu dalam menyampaikan gagasan-gagasanya yang bersumber dari konsep wahdat al-wujud dalam karya-karyanya. Salah satunya adalah diwan yang berjudul nur al-yaqin serta sebuah prosa yang berjudul mi’rat al-arifin  merupakan sumbangan yang pentng bagi literatur sufisme.
Sahabat yang sezaman denganya adalah sayyid Muhammad bin Husaini ibn jafar al-makki. Ia menampik posisi penting di pemerintahan, kemudia menjadi sufi pengembara, mengarungi Arabia, Persia, dan irak. Koleksi surat-suratnya yang sebagian bertahun 824 H./1421 M. dan 825 H./1422 M. membuktikan ketajamanya dalam dunia spiritual maupun duniawi. Dia percaya penekanan terhadap fikih yang berlebihan maka akan menjauhkan atau mengasingkanya dari imam yang sejati, layaknya seekor anjing yang terasing dari masjid.
Pada awal abad ke-12 H./18 M., cabang nizhamiyyah dari tarekat chisytiyah kembali marak sejak di pimpin oleh syekh kalim allah jahanabati (w. 1142 H./1729 M.). maulana fakhr al-din, putra muridnya, syekh nizam al-din, memimpin pusat kegiatan nizhamiyyah-chisytiyah di dehi sejak 1165 H./1751-52 M., hinggat tahun kematianya,1199 H./1751 M. ia berupaya merembeskan kehidupan spiritual yang seimbang di kota delhi, yang telah terkoyak oleh pertentangan sunni-syiah. Para muridnya membangun pusat kegiatan baru di Punjab, bareilly, dan rajashtan.
Secara garis besar ada empat masa kejayaan aktifitas tarekat chisytiyah ini di india :
1.      Masa kejayaan syekh mu’in al-din hasan chisyti, yaitu pada awal pendirian tarekat ini (597 H./1200 M.). hingga 757 H./1356 M.
2.      Masa penyebaran khanaqah di banyak provinsi di india (abad ke-8 H./14 M. dank e-9 H./15 M.)
3.      Masa pertumbuhan cabang sabiriyyah abad ke-9 H./15 M.
4.      Masa perkembangan cabang nizamiyyah abad ke-12 H./18 M.

Tarekat ini menyebar dengan cepat. Pada masa itu, banyak orang islam yang memeluk agama islam berkat kerja keras para wali chisyti. Khudbah-khutbah mereka yang sederhana sekaligus di iringi dengan tindakan yang nyata yang menunjukan rasa cinta yang mendalam terhadap Allah dan sesame manusia. Hal ini mampu mengundang simpatik orang-orang hindu, terutama mereka yang berasal dari kasta rendah. Anggota dari kasta yang lebih tinggi pun banyak yang terkesan. Kenyataan bahwa khanaqah chisytiyah menghindari diskriminasi antar murid dan menjalankan paham masyarakat tak berkelas ternyata berhasil menarik anggota baru kepada tarekat mereka. Mu’in al-din menyederhanakan paham ajaranya dalam tiga asas, yang mula-mula di susun oleh abu yazid al-busthami (w. 261 H./874 M.) yaitu bahwa seorang sufi harus memiliki ‘’kemurahan hati, watak yang halus, dan kerendahan hati’’. Meskipun di perbatasan india terkadang msih ada tentara muslim yang berbatasan dengan kaum ‘’kafir’’, namun islamisasi Negara india dicapai terutama dengan dakwa sufistik para ulama, bukan dengan pedang. Begitulah sejarah tarekat chisytiyah yang berkembang pesat di india.




















BAB III
                                                 PENUTUP                
3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai sejarah tarekat di atas, kami menyimulkan sebagai berikut:
1.      Tarekat chisytiyah ini adalah termasuk tarekat sufi yang berasal dari asia selatan yaitu kota chist dan berkembang sangat cepat di Negara india.
2.      Pendiri tarekat ini di india adalah khawajah  mu’in al-din hasan.
3.      Tarekat ini termasuk dalam aliran sunni.
4.      Masa kejayaan tarekat chisytiyah Masa kejayaan syekh mu’in al-din hasan chisyti, yaitu pada awal pendirian tarekat ini (597 H./1200 M.), hingga 757 H./1356 M, Masa penyebaran khanaqah di banyak provinsi di india (abad ke-8 H./14 M. dank e-9 H./15 M.), Masa pertumbuhan cabang sabiriyyah abad ke-9 H./15 M, Masa perkembangan cabang nizamiyyah abad ke-12 H./18 M.

4.2.  Saran
Masih banyak tarekat selain chisytiyah yang berbeda faham dan keyakinan dalam mencari jalan menuju Allah SWT. Maka dari itu tidak cukup kiranya kita mempelajari satu jenis tarekat saja, akan jauh lebih baik jika kita mempelajari semua tarekat agar pandangan kita lebih luas dalam mata kuliah tasawuf, lebih dari itu agar kita juga dapat mencari jalan menuju tuhan.




DAFTAR PUSTAKA

1. Media zainul bahri, tasawuf mendamaikan duia, Erlanga, Jakarta, 2010.
2. Musstafa zahri, kunci memahami ilmu tasawuf,PT. bina ilmu, Surabaya, 1995.
3. Abdussalam Alwi al-Hinduan, tarekat adalah perintah allah swt, Cahaya Ilmu Publisher
4. Azis mansuri, ensiklopedia 22 tarekat dalam tasawuf, imtiyaz, Surabaya, 2011.
5. Abuddin nata, Akhlak tasawuf, PT. Grafindo persada , Jakarta, 2010.
6. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, CV pustaka setia, bandung, 2007.
7. Rosihon Anwar, akhlak tasawuf, CV pustaka setia, bandung, 2010.





Jumat, 04 Oktober 2013

PUISI : JERAT MERCUSUAR

jerat mercusuar



hari mulai mendung di siang hari
tak secerah pagi
aku ragu untuk membuka mata ini
tapi aku tetap melihat meski meliri

kukagumi engkau dalam fatamorgana
karna aksimu dalam menolong dunia
karnamu dunia tersenyum lebar
karnamu pula dunia akan mengemis

aku pernah mengangap jeruji hanya di bui
tapi ia ada dalam setiap langkah kaki
aku bisa bergerak tapi tak bisa pergi
jerat mercusuar





by:Ahmad zakariyah


Selasa, 01 Oktober 2013

MAKALAH TENTANG HIBAH DAN HADIAH

BAB I
PENDAHULUAN
Dari pendapat salah satu imam yaitu Imam Syafi‘i membagi at’iyyah menjadi beberapa bagian. Menurutnya, pemberian harta benda secara suka rela atau pemberian tanpa ganti rugi dari seseorang kepada orang lain itu dibagi dua. Pertama, pemberian yang ditangguhkan sampai meninggalnya sang pemberi; Kedua, pemberian yang terlaksana sewaktu pemberi masih hidup, yang terdiri dari: Pemberian hak milik secara murni, meliputi hibah, hadiah dan sedekah, yakni pemberian harta benda di jalan Allah. Kepemilikan harta diberikan kepada Allah dan manfaatnya diberikan untuk umum.
Dasarnya pengertian hibah menurut bahasa hampir sama dengan pengertian sedekah, hadiah dan athiyah, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Jika pemberian kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan pengganti pemberian tersebut dinamakan “sedekah”
2. Jika pemberian tersebut dimaksudkan untuk mengagungkan atau karena rasa cinta dinamakan “hadiah”
3. Jika diberikan tanpa maksud yang ada pada sedekah dinamakan “hibah”
4. Jika hibah tersebut diberikan seseorang kepada orang lain saat ia sakit menjelang kematiannya dinamakan “athiyah”
Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan tentang Hibah dan Hadiah. Adaun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah persamaan dan perbedaan hadiah dan hibah,?
2. Apakah hukum hibah, dan hadiah serta ketentuan masing-masing?




     BAB II
PEMBAHASAN
1.     Hadiah

Dalam kitab Al-Hujjah Al-Balighah di sebutkan, hadiah itu dimaksudkan untuk mewujudkan kasih sayang diantara sesama manusia. Dan maksud tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan memberikan balasan serupa.suatu hadiah dapat menjadikan orang yang memberi dapat menimbulkan kecintaanh pada diri penerima hadiah kepadaya, selain itu tangan di atas lebihbaik daripada tangan di bawah.
Hadiah merupakan bukti rasa cinta dan bersihnya hati padanya ada kesan penghormatan dan pemuliaan, dan oleh karena itu Rasulullah SAW menerima hadiah dan menganjurka untuk saling memberi hadiah serta menganjurkan untuk menerimanya.Al Imam Al Bukhari telah meriwayatkan hadist di dalam shahihnya (2585) dan hadist ini memiliki hadist-hadist pendukung yang lain.dari ‘Aisyah ra berkata : “Rasulullah SAW menerima hadiah dan membalasnya”.
Dan di dalam Ash Shahihain (Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim) dari hadist Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW apabila diberi makanan, beliau bertanya tentang makanan tersebut, “apakah ini hadiah atau shadaqah?” Apabila dikatakan shadaqah maka beliau berkata pada para sahabatnya “makanlah!” sedangka beliau tidak makan.dan apabila di katakan “hadiah”, beliau mengisyaratkan dengan tangannya tanda penerimaan beliau.lal beliau makan bersama mereka. (HR.Al Bukhari 2576) dan (Muslim 1077).
Dan hadiah menurut istilah syar’I yaitu menyerahkan suatu benda kepada seorang tertentu agar terwujudnya suatu benda kepada seseorang tertentu agar terwujudnya hubungan baik dan mendapatkan pahala dari Allah tanpa adanya permintaan dan syarat.dan disana ada sis keumuman dan kekhususan dikalangan para ulama’ antara hibah pemberian dan shadaqah.
Dan proses definisi diantara tiga perkara ini adalah niat, maka shadaqah diberikan kepada seseorang yang membutuhkan dan dalam rangka mencari wajah allah ta’ala.Sedangkan hadiah diberikan kepada orang fakir dan orang kaya yang di niatkan untuk meraih rasa cinta dan balas budi atas hadiah yang telah diberikan.

A.    Hukum Hadiah
            Hadiah telah di syariatkan penerimaanya dan telah ditetapkan pahala bagi pemberinya.Dalil yang melandasi hal itu adalah sebuah hadist dari Abu Hurairah, bahwa nabi telah bersabda :
لَوْدُعِيْتُ اِلىَ زِرَاعٍ اَوْكُرَاعٍ لَاَجَبْتُ وَلَوْاُهْدِيَ زِرَا عٌ اَوْكُرَا عٌ لَقَبِلْتُ
“sekiranya aku diundang makan sepotong kaki binatang, pasti akan aku penuhi undangan tersebut.begitu juga jika sepotong lengan atau kaki dihadiahka kepadaku, pasti aku akan menerimanya.” (HR.Al-Bukhari)
Dan diriwayatkan imam Ath-Thabrani dari Hadist Ummu Hakim Al-Khuza’iyah, dia berkata : wahai rasulullah apakah engkau tidak menyukai penolakan terhadap kelembutan ?" beliau menjawab :”betapa buruknya yang demikian itu, sekiranya aku diberi hadiah sepotong kaki binatang,pasti aku akan menerimanya”.
            Hadiah diperbolehkan dengan kesepakatan umat, apabila tidak terdapat disana larangan syar’I terkadang di sunattkan untuk memberikan hadiah apabila dalam rangka menyambung silaturrahmi, kasih sayang dan rasa cinta.terkadang disyariatkan apabila dia termasuk di dalam bab membalas budi dan kebaikan orang lain dengan hal yang semisalnya.dan terkadang juga menjadi haram dan perantara menuju perkara yang haram dan ia merupakan hadiah yang berbentuk suatu yang haram, atau termasuk dalam kategori sogok menyogok dan yang sehukum dengannya.
B.     Hukum menerima hadiah
            Para ulama berselisih pendapat tentang orang yang diberikan bingkisan hadiah, apakah wajib menerimanya ataukah disunatkan saja, dan pendapat yang kuat bahwasannya orang yang diberikan hadiah yang mubah dan tidak ada penghalang syar’I yang mengharuskan menolaknya.maka wajib menerimanya di karenakan dalil-dalil berikut ini :
1.      Rasulullah SAW bersabda : “penuhilah undangan, jangan menolak hadiah, da jangan menganiaya kaum muslimin”.
2.      Di dalam ash-shahih (al-bukhari dan muslim). Dari Umar ra beliau berkata : rasulullah SAW memberiku sebuah bingkisan, lalu aku katakan “berikan ia kepada orang yang lebih fakir dariku” maka beliau menjawab, “ambillah, apabila datang kepadamu sesuatu dari harta ini, sedangkan engkau tidak tamak dan tidak pula memintanya, maka ambillah dan simpan untuk dirimu, jikalau engkau menghendakinya, maka makanlah.dan bila engkau tidak menginginkannya, bershadaqahlah dengannya.”
Salim bin abdillah berkata :”oleh karena itu abdullah tidak pernah meminta kepada orang lain sedikitpun dan tidak pula menolak bingkisan yang di berikan kepadanya sedikitpun”.(shahih At Targhib 836)
Dan didalam sebuah riwayat, Umar ra berkata “ketahuilah demi dzat yang jiwaku ditangan-nya!saya tidak akan meminta kepada orang lain sedikitpun dan tidaklah aku diberikan suatu pemberian yang tidak aku minta melainkan aku mengambilnya,” (shahih At Targhib 836)
3.      Rasulullah SAW tidaklah menolak hadiah kecuali dikarenaka oleh sebab yang syar’I.oleh karena adanya dalil-dalil ini maka wajib menerima hadiah apabila tidak dijumpai larangan syar’i.
4.      Demikian pula diantara dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya, adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadist Abu Hurairrah ra, beliau berkata bahwa rasulullah SAW pernah bersabda :”barang siapa yang Allah datangkan kepadanya sesuatu dari harta ini, tana dia memintanya, maka hendaklah menerimanya, karena sesungguhnya itu adalah rezeki yang allah kirimkan kepadanya.” (Shahih At-Targhib 839).

C.    Hukum menolak hadiah
            Setelah jelas bagi kita wajib menerima hadiah, maka tidak boleh menolaknya kecuali dikarenakan unsur syar’I dan nabi SAW melarang kita untuk menolak hadiah dengan sabda beliau :” jangan kalian menolak hadiah”. (telah lewat takhrijnya).

2.     Hibah
Para imam mazhab sepakat hibah menjadi sah hukumnya jika diakukan dengan tiga berkara yaitu :
1.      Ijab,
2.      Kabul, dan
3.      Qabdhu (serah terima barang yang di hibahkan).
Oleh karena itu, menurut pendapat hanafi,syafi’I dan hambali hibah tidak sah kecuali berkumpulnya tiga perkara itu.Maliki : sah dan lazimnya suatu hibah itu tidak memerlukan serah terima barang tetapi cukup adanya ijab dan qabul saja.
Serah terima barang merupakan syarat pelaksanann dan syarat sempurnanya hibah. Apabila orang yang menghibahkan dengan mengakhirkan penyerahan barang, padahal yang menerima hibah terus menerus memintanya hingga orang yang menghibahkan mati, sedangkan yang menerima terus memintanya (karena belum menerima hibahnya tersebut) hibahnya tidak menjadi batal dan ia berhk menerima kembali kepada ahli warisnya.
Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang.Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
 Firman Allah SWT. :
وَأَتَىالْمَالَ عَلَىحُبِّهِ ذَوِىالْقُرْبَىوَالْيَتَمَىوَالْمَسَاكِيْنِ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالسَّائِلِيْنَ وَفِىالرِّقَابِ
“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta dan (memerdekakan) hamba sahaya” (QS. Al Baqarah : 177)
A.    Rukun dan syarat hibah

a.       Pemberi Hibah (Wahib)
Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.
b.      Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :
Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
c.       Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.
d.      Akad (Ijab dan Qabul), misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.
Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
·         Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya  menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
·         Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
B.     Mencabut Hibah
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii hibah
orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :
لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُعْطِىعَطِيَّةًأَوْيَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعُ فِيْهَا إِلاَّالْوَالِدِفِيْمَايُعْطِىلِوَلَدِهِ
“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).
Sabda Rasulullah SAW. :
اَلْعَائِدُ فِىهِبَتِهِ كَااْلكَلْبِ يُقِئُ ثُمَّ يَعُوْدُفِىقَيْئِهِ (متفق عليه)
“Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).
Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut :
a.       Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.
b.      Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah..
c.       Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.


C.     Masalah Mengenai Hibah
                        Pemberian Orang Sakit yang Hampir Meninggal Hukumnya adalah seperti wasiat, yaitu penerima harus bukan ahli warisnya dan jumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. Jika penerima itu ahli waris maka hibah itu tidak sah. Jika hibah itu jumlahnya lebih dari sepertiga harta maka yang dapat diberikan kepada penerima hibah (harus bukan ahli waris) hanya sepertiga harta.
                        Penguasaan Orang Tua atas Hibah Anaknya, Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai barang yang dihibahkan kepada anaknya yang masih kecil dan dalam perwaliannya atau kepada anak yang sudah dewasa, tetapi lemah akalnya. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan meminta kembali hibah seseorang kepada anaknya.
D.    Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
1.      Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
2.      Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
3.      Dapat mempererat tali silaturahmi

4.      Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka